Kembali kau terbuai dalam kerasnya buliran hujan di jalan menuju rima..
Bertirai larik gerimis yang sama..
Di sana berkabut sayang..
Kabut dimana kau mencari jemari itu..
Kau tak pernah sempat mengenal pelangi..
Karena hujan tetap selalu berarti diantara gemericik yang membasah.
Tak kan habis hujan tanpa sebuah epilog penyegar.
Sama seperti angin di bulan juni..
Membawa atmosfer tahun lalu tepat di atas batang hidungmu.
Merayu otak untuk bekerja rodi,
Mereka sebut demi sebuah figura ingatan yang perlu dibersihkan..
Tersebut sebuah pelukan yang menghangatkan,
Dua gelas teh tanpa gula berombak tersapu angin di bulan Juni.
Kau dan aku saling menatap Mempertanyakan kembali apa yang telah dibangun sewindu yang lalu..
Sebuah perpustakaan perasaan dengan rak tema yang bervariasi dan berturbulensi..
Ini yang kita inginkan,
Bersama membuka lebar pori dalam hikmadnya angin Juni..
Lenggang perlahan kita lepas pelukan..
Menghapus air mata dan bergerak pergi...
Jogjakarta, 13 Juni 10
170709 :)
ReplyDelete