Apa yang anda pikirkan tentang Vietnam? Mayoritas orang Indonesia berpikir bahwa Vietnam adalah negara yang miskin. At Least lebih miskin dari Indonesia. Kalau dilihat dari pendapatan nasional atau pendapatan perkapita atau daya saing perdagangan atau perangkat ekonomi makro lainnya secara statistik Indonesia pasti lebih tinggi dari Vietnam.
Ben Than--Sebuah Pasar di HCMC
Tapi bagi saya pribadi menurut yang saya pelajari ketika dulu saya mengambil mata kuliah "Masalah Negara Berkembang" saya melihat bahwa masalah kesejahteraan suatu negara bukan hanya dilihat dari seberapa banyak pendapatan perkapitanya namun juga bagaimana distribusi kekayaan itu berjalan atau dalam bahasa lainnya Pemerataan.
Bagi saya salah satu masalah krusial yang ada di Indonesia adalah masalah kesenjangan sosial.Kalau tidak salah (kalau salah mohon di koreksi) 56% kekayaan di Indonesia ini dimiliki oleh 0,2% penduduk Indonesia..Sangat fantastis bukan..
Banyak sekali Ironi di sini. Yang satu sangat kaya memiliki harta berlimpah, hingga bingung mau dikemanakan hartanya. Eh yang satunya sangat miskin sekali rumah tidak ada, tidur dimana saja, makan senin kamis dll.
Artinya kekayaan maupun sumber produksi di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang.. Lama-lama Indonesia ini bisa jadi negara plutokrasi, negara yang dikuasai oleh segelintir orang-orang kaya (lihat saja persentase kekayaan yang sangat bombastis di atas)
Satu hal saya pelajari dari Vietnam, yakni pemerataan secara ekonomi.
Di Vietnam saya datang ke Ho Chi Minh City (HCMC), Vietnam Selatan kota yang didaulat sebagai kota bisnis di Vietnam, sedangkan kota pemerintahan ada di Hanoi, Vietnam utara. Saya ibaratkan kota ini seperti Jakarta, karena dia adalah pusat bisnis, sering banjir karena banyak sungai (atau mungkin sanitasi buruk), dan MACET..!!
Sejak saya tiba di Ho Chi Minh hingga akhirnya balik lagi ke Indonesia (3-11/10) saya sangat jarang sekali bahkan hampir tidak pernah melihat Pengemis, Gelandangan,dan Pengamen. Saya benar-benar terkesima. beberapa hari saya dan teman saya Nurul Huda Rosadi mencari- cari gelandangan, pengemis, dan pengamen, namun nihil, namun menurut teman saya yang satu lagi Mbak Uli dia melihat gelandangan di salah satu Mall di tengah kota.. Okey, mungkin terlalu naif kalau di bilang tidak ada, mungkin ada di lipatan-lipatan kota, tapi sungguh saya belum menemukannya.
Notre Dame
Well, hal yang pertama ada dipikiran saya adalah "Mungkin karena negara ini adalah komunis sehingga kesamarataan dan kepemilikan alat produksi ada dalam kontrol negara dan semua orang mendapat sesuai dengan apa yang dia kerjakan,".. Jangan bayangkan Komunis selalu identik dengan bom atom pembunuhan massal, nuklir dan perang dunia.. Hellloooo,hari gini masih pake cara pikir jaman perang dingin..!!! :D
Negara komunis bukan dimana setiap orang memiliki rumah, baju, sepeda, motor yang sama..Wow, sempit sekali dan entah definisi yang muncul dari mana. Komunis ala vietnam ini saya kira tidak seortodoks usulan Marx. Karena masih ada MNC seperti KFC (tpi setau saya di ho chimin cuma ada 2), Pizza hut (1), dan lain2.. Tapi inti kekomunisannya itu bukan serta merta menolak MNC seratus persen. Menurut hemat saya mereka membolehkan MNC maupun investasi dan modal asing masuk namun semuanya masih ada dalam kontrol pemerintah bukan berarus dalam liberalisasi pasar (yg ternyata tidak seliberal namanya).
Sebenarnya, masyarakat vietnam juga pada banyak yang pake mercy, bmw, vw, lexus, dan mobil mewah lainnya.. Tapi juga tidak ada yang pengemis yang pura-pura buntung atau pura-pura buta.
Balik ke permasalahan awal, saya kira Vietnam cukup concern pada masalah pemerataan dan distribusi kekayaan negara,memang tidak bisa atau tidak mungkin setiap orang memiliki jumlah harta kekayaan yang sama, tapi tidak juga jurang ekonomi itu semakin dalam dan lebar.
saya berharap Indonesia bisalah belajar pemerataan pada Vietnam. Saya tidak lantas mengusulkan Indonesia menjadi Komunis (bisa di tembak di tempat saya). Kemiskinan dan kesenjangan memang masalah yang berkelanjutan dan enatah sampai kapan berakhir di Negeri tercinta ini. Saya kira juga kita janganlah terlalu mengagung-agungkan ekonomi makro dengan indeks pendapatan perkapita, pendapatan nasional tanpa melihat faktor pemerataan.
Jangan malu untuk belajar pada negara (yang katanya) lebih kecil dan miskin dari kita. Karena mereka juga punya sesuatu yang penting yang kita tidak punya..