Tuesday, December 14, 2010

Jadi yg bertanggung jawab atas tdk bisanya saya mengerjakan apa yg saya sukai melalui mindset orang tua saya adalah pemerintah

"Kalo PNS itu kan terjamin, ada biaya pensiun!" tegas orang tua saya. kemudian dlanjutkan bla, bla, bla, bla....

Sungguh pernyataan itu membuat saya panas hati, mau marah, serasa hidup ini sempit, dan kemudian saya menjadi Bad Mood..

Kemudian, sampai dimana batas saya "melawan"?

Sampai dimana saya bisa fighting for my passion.

Orang tua saya jelas "pemilik modal". ibu saya ini Center, percayalah saya cuma "peri peri".

Sesuai teori dependensia, negara center (negara pusat/negara maju/negara dunia pertama dsb) memberikan 'bantuan' kepada negara periperi (negara pinggiran/negara berkembang/negara dunia ketiga). Pada tahun 1980 an bantuan negara ini bersifat pinjaman dana oleh center ke periperi. Sebagai imbalannya periperi harus mengikuti 'rezim' center. Masuknya penanaman modal asing, MNC, dll.

Sinkronisasi ini jelas. Orang tua saya membiayai saya kuliah, dan pada akhirnya saya harus ikuti "aturan main" mereka. Ah, mungkin saya terlalu sarkas, tidak sopan, dan durhaka memandang hubungan anak orang tua ini hanya dalam konteks "ekonomi politik". Ini mungkin terlalu kasar. Mari kita berpindah ke pandangan lain.

Saya tidak tau jenis teori atau konsep ini, ini semacam hegemoni. Ringkasnya, ini "Stereotyping". Pelabelan terhadap PNS. Seperti kata orang tua saya, dan mungkin jutaan orang tua lain di dunia ini. PNS itu hidupnya terjamin dan PNS memiliki strata menengah ke atas jika diurutkan dalam kelas masyarakat indonesia sesuai klasifikasi pekerjaan. Stereotype PNS itu punya status sosial menengan ke atas itu jelas masih melekat dalam mindset orang Indonesia terutama Masyarakat desa.

Ah, lalu sampai dimana saya harus melawan?

Sampai dimana saya bisa fighting for my passion?

Passion menurut Adhitia Sofyan adalah sesuatu yang kita senang mengerjakan, bahkan tanpa pamrih. Well, adhitia sofyan sendiri adalah seorang co CEO perusahaan dan penyanyi indie yang membagi lagu-lagunya secara gratis lewat blog pribadinya. Semua orang bisa mengunduh lagunya secara gratis.Passion Adit jelas, Musik.

Lalu saya?

Passion saya adalah mewarta, mungkin bukan 100% passion. Karena saya masih mengharapkan gaji dari majalah/koran tempat saya bekerja. Tapi serius, saya tidak pernah memiliki ekspektasi tinggi terhadap gaji. Gaji wartawan itu dikit. Ya saya paham, paham sekali pun. Mungkin hanya media besar yang bisa menggaji wartawan dengan harga tinggi.

Tapi titik permasalahan saya bukan di gaji, saya suka liputan, saya suka menulis berita, saya suka kenal banyak orang, banyak nara sumber, dan saya bisa dengan sangat bebas menbangun jaringan saya,saya lebih suka bekerja dengan deadline dan tekanan karena itu membuat saya menjadi produktif dan berharap kreatif, saya suka kerja mobile karena saya paling tidak suka bekerja, maupun berdiam diri di dalam sepetak ruangan bernama kantor.

SAYA MENGERJAKAN APA YANG SAYA SUKAI.. Idealis sekali kan? atau menurutmu itu utopis?

Ya, saya bersyukur mempunyai idealisme di derasnya arus pragmatisme.

Lalu apa komentar orang tua saya tentang passion saya?

"Apa ada uangmu jadi wartawan?"

Sudah saya duga, pasti kembali lagi ke pertanyaan tentang uang, uang, dan uang.

Pernah saya bilang pada ibu saya.

"Mamak ini uang aja pikirannya,"

"Kalau gak ada uang kayak mana mau nyekolahkan kau, mau beli bajumu, mau bayar makanmu,"tegasnya.

Tuhan, ibu saya benar sekali. Ibu saya tidak salah.

Ibu saya dan jutaan ibu lain tidaklah salah. Yang salah adalah pemerintah.

(Silahkan anda mengutuk saya karena saya menyalahkan pemerintah).

Sesuai UUD 1945 pasal 31:

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Pemerintah jelas punya kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan murah bagi rakyat. UU jelas mengatur bahwa 20% APBN dialokasikan untuk pendidikan. Nyatanya, ironi.

Yang berkembang adalah privatisasi pendidikan melalui BHMN, pernah juga ada UU BHP, namun UU tersebut sudah dihapuskan oleh MK melalui peninjauan kembali.

Intinya, pendidikan itu milik orang kaya!Padahal semua orang butuh pendidikan kan.

Itu baru dari masalah pendidikan beluam lagi dengan masalah pangan, sandang, papan, dan berbagai kebutuhan tersier lainnya.

Hubungannya dengan masalah saya jelas dong, untuk hidup di Indonesia ini Maha;, tapi pendapatan susah di cari. Wajar kalau dalam pikiran ibu saya yang ada hanya bagaimana mencari UANG karena kondisi bangsa ini memaksa dia untuk berpikiran seperti itu.. Sungguh, di Indonesia ini yang kuat adalah RAKYATNYA bukan PEMERINTAHNYA.

Jadi yang harus bertanggung jawab atas tidak bisanya saya mengerjakan apa yang saya sukai melalui mindset orang tua saya adalah PEMERINTAH. Catat itu.!! Ini seperti lingkaran setan, tidak akan putus sampai pendidikan murah, kebutuhan hidup murah, yang dilandasi dengan rasa bersyukur yang tinggi pada Tuhan YME.

ini analisis dari saya seorang anak PETANI yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan. Mungkin akan berbeda analisisnya jika yang membuat catatan adalan orang kaya dan orang yang tidak punya passion.

Sekian dan terimakasih.